GARUT ERA KEPEMIMPINAN BUPATI R.A.A. SOERIA KERTALEGAWA (1915-1929)

Maman Darmansyah

Abstract


Garut merupkan nama pengganti dari Kabupaten Limbangan, dan berdiri pada masa pemerintahan Hindia Belanda atas usul bupati Aria Wira Tanu Datar VIII. R.A.A. Soeria Kertalegawa merupakan bupati kedua Kabupaten Garut setelah Aria Wira Tanu Datar VIII. Pada masa kepemimpinannya, Garut mengalami kemajuan yang cukup pesat, terutama dalam bidang pariwisata, akan tetapi disisi lain Garut juga mengalami keterpurukan, khususnya dalam bidang politik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kabupaten Garut pada tahun 1913 dan merekonstruksi kondisi Garut pada masa pemerintahan R.A.A. Soeria Kertalegawa pada tahun 1915 sampai tahun 1929. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Sejarah (MPS) melalui tahapan Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi, dengan pendekatan multidimensional; politik, sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Berdasarkan hasil penelitian, Garut sebelumnya adalah kabupaten Limbangan yang berdiri pada 1 Juli 1913, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No. 60 tertanggal 7 Mei 1913. Kota Garut pada saat itu meliputi tiga desa, yaitu Desa Kota Kulon, Desa Kota Wetan, dan Desa Magarwati. Sedangkan Kabupaten Garut meliputi distrik Garut, Bayongbong, Cibatu, Tarogong, Leles, Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang, dan Pameungpeuk. R.A.A. Soeria Kertalegawa adalah bupati kedua Garut yang memerintah dari tahun 1915 sampai dengan tahun 1929. Pada masa pemerintahannya, Garut mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam bidang pariwisata, akan tetapi juga mengalami kekacauan politik yang diakibatkan oleh munculnya radikalisme bangsa pribumi seperti peristiwa Cimareme (yang dirasa sangat pahit bagi rakyat dan pemerintah). Begitupun dalam bidang ekonomi yang diakibatkan oleh kemarau panjang dan krisis global akibat Perang Dunia I. Masyarakat Garut terdiri dari penduduk pribumi, eropa dan timur jauh. Penduduk pribumi digolongkan menjadi dua golongan besar dalam stratifikasi sosial, yaitu bangsawan dan rakyat jelata. Sebagian besar mereka beragama Islam yang dalam pengkajiannya sangat dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda, hanya ajaran yang bersifat ukhrowi saja. Apabila ada Ajengan (Kyai/ Ulama) yang melanggar ketentuan maka mereka mendapatkan hukuman dari pemerintah pribumi itu sendiri atas persetujuan pemerintah pusat.

Kata Kunci : Garut;  Kepemimpinan Bupati R.A.A. Soeria Kertalegawa (1915-1929)

Full Text:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.53878/jr.v3i2.76

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

 

 

                     

Jurnal Renaissance is published by Prima Center Indonesia

 

Jurnal Renaissance will be covered by the following service immediately :

     

Â